KAMU
Kamu adalah
misteri bagiku, kehadiran mu membuat ku mengalihkan duniaku setiap ku lihat
mata mu seakan akan jiwa mu masuk ke dalam lubuk sanubariku yang paling dalam.
Walaupun itu hanya sementara tetapi ku menikmati proses kehidupan ini dengan
penuh sukacita dan selalu yakin kepada takdir allah bahwa sesuatu yang milik
kita pasti akan kembali kepada kita.
Dunia oh dunia
hanya fatamorgana, itu merupakan suatu perumpamaan yang sering kita dengar
namun selalu kita lupakan ketika asyik dengan keindahannya. Kamu lagi yang
hadir dalam pikiran ku dan menjadikan semua yang menjadi focus tujuan ku
menjadi kabur sementara demi jalan menemukan kamu.
Al quran
menjadi pilihan ku, semua yang dikerjakan seakan seakan sia ketika semua
dilampiaskan kepada nafsu dunia dan untung nya ada penolong batin ku yaitu kamu
dan alquran menjadi petunjuk agar semua yang mengalihkan perbuatan ku
dikembalikan kepada alquran dan jelaslah Allah SWT menerangkan melalui wahyunya
kepada hamba – hambanya “ dan ingatlah ketika allah berkehendak untuk terjadi
maka terjadilah” tentram lah hati ini.
Bandung, 3 Desember 2015
Ardhian P. Bintang
SENDU MERINDU
Binaran sendu
menyapa kala sang malam mengetuk. Membiarkan dirinya tenggelam dalam selimut
kemelut. Sementara tangannya bertaut, angannya terbang menuju kabut.
Menenggelamkan sang Empu dalam lautan ragu.
Ia pun
terduduk, kala sang bulan meredup. Semilir angin mengantarkan sepucuk panggilan
ilahi, kala hati kian berkeluh. Bibir keringnya mulai bergerak, menciptakan
irama tersendiri kala membalas panggilan sang Ilahi. Matanya pun berbinar cerah
saat panggilannya terhenti.
Goyah, tungkai
kakinya bangkit. Menopang raga yang rapuh demi menghadap Sang Maha Perkasa.
Bak air bah,
air matanya membasahi alas sujud. Menyadari malam yang berlalu sia-sia;
Bergelut dengan sendu yang merisaukan, kala banyak siluet diluar sana berdiri
menghadap-Nya. Seyogyanya rindu pada sesama membawa sendu, lantas mengapa diri
tak kunjung rindu pada-Nya?
Sore hari di
Bandung, kala langit menatap sendu
Wyandhika
Muharani R.
CAHAYA
Gambaran awal
yang akan kita pikirkan mengenai sebuah kata yang bernama “cahaya” adalah suatu
benda yang memiliki pigmen – pigmen terang didalamnya. Begitupun kita tarik
kepada dalam diri kita bahwa cahaya itu ada di dalam hati kita betapapun kita
menyangkal nya hati kita memiliki cahaya yang terang ataupun gelap tergantung
kita menyikapi nya, mengapa seperti itu mari di tinjau lebih jauh.
Qalbu pasti ada
dalam setiap insan manusia yang harus kita pelihara sebaik mungkin agar cahaya
dalam qalbu selalu cerah terang benderang tanpa selimut kegelapan dari sebuah
perbuatan yang tidak baik.
Bandung, 4 Desember 2015
Ardhian P. Bintang
PORORO
Himpun jejak
acapkali kulakukan setiap kaki menapaki teritorimu. Seolah bias langkahmu
teraba jelas, aku mampu mengikuti arah gerakmu. Seolah siluetmu membekas, aku
tekun berjalan di balik punggungnya.
Samar, aku
mengenalimu. Setelah sekian waktu kulewati untuk menggarap jejakmu. Aku
mengenalimu, lewat kisah sang dinding pucat disana. Lewat perbincangan tanpa
suara, yang membawaku terbang.
Terbang. Hanya
pada titik ini, aku bisa merabamu. Menggarap jejakmu, yang seringkali terlalu
licin untuk kujejak, persis seperti danau es di antah berantah. Menggarap
jejakmu, dari ribuan kilo di balik awan. Tak ada minat untukku membumi untuk
sesaat. Tak ada minat untukku menapaki tanah, mengiringi setiap langkah
tegapmu. Karena saat aku mencoba membumi, sebuah awan gelap akan membayangi;
tak ada lagi kepercayaan diri untuk terbang kembali.
Hai, Pororo!
Seperti kisahmu dalam layar kaca, bisakah kau buat sayapmu?
Karena sejatinya, kepintaran tidak lebih berarti disbanding iman, Kepintaran
tidak lebih berarti disbanding cerdas, Kepintaran tidak lebih berarti kala diri
tenggelam dalam ujub, Tenggelamlah
dalam rendahnya diri, dalam dekapan iman
Bandung, 4
Desember 2015
Di balik tampilan MyOB
Di balik tampilan MyOB
Wyandhika
Muharani R.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar